Analisis Pemantauan Gardu.net terhadap Dugaan Pelanggaran Pemilu per 30 Januari 2024

Sejak 28 November 2023, masa kampanye terbuka telah dibuka bagi para peserta Pemilu 2024. Kampanye ini akan berakhir pada 10 Februari 2024 sebelum memasuki masa tenang.

Namun sejak sebelum dimulainya masa kampanye terbuka, Gardu.net telah menerima laporan adanya pelanggaran pemilu. Tepatnya pada 19 November 2023 terjadi pelanggaran pada netralitas kepala desa dalam acara silaturahmi Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Jakarta yang dihadiri oleh salah satu cawapres.

Pelanggaran ini menjadi pembuka dalam laporan gardu.net di tahun 2023, sebuah platform pemantauan (monitoring) dugaan pelanggaran terkait pemilu di bawah naungan Jaringan GUSDURian yang bertujuan untuk menciptakan pemilu yang adil, bersih, jujur, dan bermartabat.

Sampai hari ini (30/1) terdapat 55 laporan yang masuk di gardu.net. Semuanya bersifat dugaan-dugaan yang disertai bukti, baik berupa foto, video, maupun liputan media. Di gardu.net terdapat empat kategori pelanggaran, yaitu terkait (1) Integritas penyelenggara pemilu dan netralitas ASN, TNI, dan Polri; (2) kekerasan/konflik berbasis identitas; (3) hoax, misinformasi, dan disinformasi; (4) serta merendahkan martabat.

Di sisi lain, terdapat beberapa aktor atau pelaku pelanggaran yang disediakan dan dapat dipilih, seperti peserta, penyelenggara, dan pengawas pemilu; ASN, TNI/POLRI, dan pejabat publik; serta para pendukung paslon hingga orang yang tak dikenal (anonim).

Dari 55 laporan yang masuk, terdapat 35 pelanggaran yang masuk kategori integritas penyelenggara pemilu dan netralitas ASN, TNI, dan Polri. Kasus-kasus ini meliputi pelanggaran pada netralitas kepala desa, kepala sekolah yang berstatus ASN, capres dan pendukungnya yang membagikan uang/barang saat kampanye, hingga pejabat publik (menteri) yang berkampanye di acara kementerian.

Sementara itu, terdapat 8 laporan pelanggaran yang masuk kategori kekerasan/konflik berbasis identitas. Kasus ini meliputi kekerasan yang dilakukan oleh aparat, pendukung salah satu paslon, hingga orang tak dikenal. Semuanya diduga bermotif politik menjelang pemilu. Sedangkan dalam kategori hoaks, misinformasi, dan disinformasi terdapat 4 kasus, yaitu berita palsu yang disebarkan oleh salah satu pendukung paslon untuk tujuan kampanye dan pesan berantai berisi hoaks klaim dukungan salah satu ormas Islam kepada salah satu paslon. Terakhir, ada 8 dugaan pelanggaran dalam kategori merendahkan martabat seperti pelibatan anak-anak dalam kampanye hingga temuan politik transaksional (money politic).

Terkait aktor atau pelaku pelanggaran, setidaknya ditemukan ada 17 pejabat publik, 19 peserta pemilu, 11 ASN, 32 pendukung paslon, 10 orang tak dikenal, dan 3 TNI/Polri. Dalam sebuah kasus, terdapat kemungkinan aktor teridentifikasi menyandang dua (atau lebih) identitas sekaligus.

Terakhir, terkait penyebaran, pelanggaran terjadi di Sumatera Utara (3 kasus), DKI Jakarta (15 kasus), Banten (1 kasus), Jawa Tengah (9 kasus), Jawa Timur (6 kasus), Jawa Barat (6 kasus), Bengkulu (1 kasus), Jambi (1 kasus), D.I. Yogyakarta (1 kasus), Lampung (1 kasus), Gorontalo (5 kasus), Kalimantan Selatan (2 kasus), Maluku (1 kasus), Sulawesi Utara (1 kasus), Sulawesi Selatan (2 kasus).

Jika dilihat dari data di atas, pelanggaran yang paling masif dilakukan adalah terkait integritas penyelenggara pemilu dan netralitas ASN, TNI, dan Polri. Meski Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa aparat sipil negara harus netral, namun nyatanya, keterlibatan ASN dalam kampanye dan pemenangan paslon presiden-wakil presiden dan caleg tidak bisa dihindarkan. Berdasarkan temuan gardu.net, sebagian pelanggaran ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk memobilisasi, memaksa, hingga mengancam sekelompok orang untuk memilih paslon & caleg tertentu.

Pola lainnya yang bisa dilihat berdasarkan data kuantitas di atas adalah pelanggaran pemilu di DKI Jakarta menempati posisi paling atas dalam jumlah kasus yang terjadi. Sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi tempat utama terkait eskalasi politik nasional. Selain itu, provinsi ini juga menjadi tempat paling banyak disorot oleh pemberitaan media. Dugaan berbagai pelanggaran yang terjadi pun bervariasi, mulai dari penyelenggaraan acara publik yang melibatkan ASN, politik transaksional, hingga statement dan sikap beberapa menteri hingga presiden yang menunjukkan ketidaknetralan.

Sedangkan jika dilihat dari sisi aktor yang melakukan pelanggaran, setidaknya terdapat tiga entitas yang menempati posisi tiga teratas berdasarkan jumlah pelanggaran yang dilakukan, yaitu pendukung paslon 02, peserta pemilu (baik paslon maupun caleg), dan disusul oleh pejabat publik dan ASN. Pelanggaran ini melibatkan kasus politik transaksional seperti bagi-bagi uang dan barang hingga para pejabat publik yang turut melakukan kampanye.

Kabar baiknya, minimnya angka kekerasan dan konflik berbasis identitas dalam monitoring gardu.net menunjukkan kecenderungan positif bahwa polarisasi dan potensi konflik di masyarakat selama penyelenggaraan Pemilu 2024 menurun jika dibandingkan dengan Pemilu 2019.