Menjadi Pemilih yang Berkualitas, Bermartabat, dan Berdaulat
Dalam negara demokrasi, masyarakat memiliki kedaulatan penuh dalam menentukan arah bangsa. Sebab demokrasi merupakan sistem yang dibuat dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kata demokrasi sendiri terdiri dari dua kata, yaitu “demos” dan “kratos”. Demos bermakna rakyat atau khalayak, sementara kratos bermakna pemerintahaan. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan mengijinkan dan memberikan hak kebebasan kepada warga negaranya untuk berpendapat serta turut serta dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Sejak 2004, masyarakat Indonesia sudah bisa menjadi penentu untuk memilih siapa pemimpin dan wakilnya di level eksekutif dan legislatif lima tahun sekali. Pemilihan ini meliputi presiden dan wakilnya, kepala daerah, hingga anggota legislatif.
5 Edukasi Terakhir
- Pernyataan Sikap Universitas Islam Indonesia: Kemunduran Demokrasi di Indonesia 02 B 2024
- Petisi Bulaksumur 02 B 2024
- Bentuk-Bentuk Pelanggaran Pemilu & Cara Menyikapinya 01 B 2024
- Budaya Etika Demokrasi Gus Dur 01 B 2024
- Manifesto Gardu Pemilu: Menciptakan Pemilu Jujur, Adil, Damai, dan Bermartabat 01 B 2024
Pada 2024, Pemilu diadakan sebanyak dua kali. Pada 14 Februari untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif. Pada 27 November, masyarakat Indonesia akan memilih kepada daerah secara serentak. Total anggaran untuk pemilu di tahun ini sebesar 70,5 triliyun rupiah. Jumlah ini sangat besar dan merupakan ongkos dari sebuah kebebasan memilih. Untuk itu, masyarakat perlu menggunakannya sebaik mungkin agar Pemilu benar-benar menghasilkan pemimpin yang terbaik.
Apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai pemilih? Kita bisa menjadi pemilih yang berkualitas, bermartabat, dan berdaulat!
Jadilah pemilih yang berkualitas! Pemilih yang berkualitas akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Untuk menjadi pemilih yang berkualitas kita perlu menempatkan Pemilu sebagai bagian dari pendidikan politik. Artinya, Pemilu bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mendapatkan pemimpin yang terbaik bagi bangsa.
Sebagai sebuah proses pendidikan politik, masyarakat bisa mengambil peran menjadi pemilih yang pasif atau pun aktif. Pemilih pasif berarti menjadi pemilih yang memberikan suaranya di TPS saja, sementara pemilih aktif turut berkontribusi dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Keduanya memiliki peran yang sama penting dan bisa sama-sama menjadi pemilih yang berkualitas.
Bagaimana menjadi pemilih yang berkualitas?
Pemilih harus menyadari bahwa Pemilu adalah proses politik. Setiap orang memiliki alasan dan tujuan mengapa mendukung satu kandidat tertentu. Karena sama-sama punya alasan, pemilih tentu punya kepentingan untuk mengampanyekan kandidatnya, untuk meyakinkan masyarakat mengapa kandidatnya memang sosok yang tepat. Caranya dengan membeberkan visi dan misi, capaian, rekam jejak, dan program-program dari calonnya. Pemilih berkualitas tidak sekadar memberikan dukungan secara membabi buta tanpa mengetahui komponen apa yang ditawarkan oleh kandidatnya bagi masyarakat luas, apalagi terjebak gimmick yang tidak terkait dengan kepentingan rakyat.
Jadilah pemilih yang bermartabat!
Pemilih yang bermartabat menjadi sarana untuk menciptakan Pemilu yang sehat dengan cara menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi. Dalam memilih kandidat, pertimbangan utamanya adalah kapasitas dan kapabilitas, bukan sentimen pribadi apalagi sampai melakukan penyerangan terhadap individu tertentu. Pemilih bermartabat akan berfokus pada isu yang substantif dalam mendorong lahirnya pemimpin yang punya agenda untuk kepentingan rakyat.
Bagaimana mengukur pemimpin punya kebijakan yang berpihak pada rakyat? Salah satunya dengan melihat apakah program-program yang disusun mempertimbangkan kebaikan untuk rakyat atau tidak. Ada banyak program-program yang pertimbangannya hanya kepentingan kelompok tertentu. Nah, hal seperti ini perlu dihindari agar kita berhasil menciptakan pemimpin rakyat, bukan pemimpin golongan.
Sadari bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati!
Di dalam negara demokrasi seperti Indonesia, rakyat merupakan pihak yang paling berdaulat. Pemilihan umum bukanlah memilih pemimpin yang diberi kekuatan dan kekuasaan penuh untuk melakukan berbagai hal semaunya. Sebaliknya, Pemilu adalah sarana bagi rakyat untuk memberikan mandat kepada calon pemimpin agar dapat memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat.
Karena sebuah mandat, maka pemimpin harus bertanggung jawab melaksanakan kewajibannya sesuai konstitusi. Masyarakat sebagai pemilih berhak untuk mengawasi, mengevaluasi, dan memberikan masukan, bahkan memberikan teguran kepada pemimpin yang terpilih apabila dalam menjalankan roda kepemimpinan menyalahi norma dan undang-undang yang berlaku.
Penting dipahami bahwa siapa pun yang terpilih, mereka adalah pemimpin seluruh masyarakat, bukan hanya pendukung atau pemilihnya saja. Seluruh masyarakat memiliki hak dalam menjalankan fungsi pengawasan. Para pemimpin pun punya kewajiban melayani seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
“...pemilu yang semula diharapkan melahirkan sebuah pemerintahan demokratis, dapat saja justru melestarikan pemerintahan yang tidak adil. Karena kita ingin menegakkan demokrasi di negeri ini, dengan sendirinya lalu kita menuntut adanya pemilu yang jujur, terbuka dan adil. Ini adalah permintaan yang wajar-wajar saja. Tetapi permintaan itu mustahil akan dapat ditegakkan kalau kejujuran, keadilan dan keterbukaan tidak dipegang teguh.” - KH. Abdurrahman Wahid